[SOLUSI KETIKA SALAH PAHAM DENGAN STATISTIK]

April 12, 2019 igsd


Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa terdapat perbedaan antara angka statistik yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga statistik baik pemerintah maupun swasta dengan kenyataan hidup yang mereka rasakan. Pertanyaan ini mungkin dapat timbul karena kurangnya pemahaman tentang angka statistik oleh masyarakat atau bisa jadi karena masyarakat sangat berhati-hati dalam mengakui kebenaran angka tersebut. Angka statistik tersebut dapat memberi informasi mengenai  apa yang dulu pernah terjadi, apa yang sekarang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi dalam kehidupan ini, sehingga sebagai masyarakat sudah seharusnya mengambil sifat kritis dan bijak dalam memilih untuk percaya atau menolak angka statistik tersebut begitu saja tanpa tahu kebenaran dan makna di dalamnya.

Lalu, bagaimana cara menjadi masyarakat yang kritis dan bijak dalam menanggapi angka-angka statistik tersebut? Apakah harus memiliki gelar sarjana statistik? Apakah harus mempelajari banyaknya teori statistik? Apakah harus menjadi seorang kutu buku yang membaca banyak buku tebal tentang statistik? Jawabannya, tidak. Berikut dua langkah mudah yang dapat membantu masyarakat agar tidak salah paham dengan statistik.

Kedua langkah ini dikemukakan oleh seorang jurnalis data yang bernama Mona Chalabi. Beliau dulunya pernah bekerja di Departemen Statistika Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations). Dalam obrolannya di sebuah acara TED New York City (TEDNYC), Mona mengatakan bahwa masyarakat biasanya keliru dalam memaknai angka statistik karena dua hal, yaitu pemahaman bahwa angka statistik dapat menggambarkan karakteristik dirinya dan ketidaktahuan tentang cara pengumpulan data.

Jika seseorang yang bukan ahli statistik ingin dapat memahami angka statistik dengan baik maka lakukan dua langkah ini. Tanyakan pada diri anda: dapatkah aku melihat karakter tentang diriku di dalam data?. Pada dasarnya, angka statistik menggambarkan rata-rata nilai dari sebuah karakteristik seluruh populasi dan bukan merupakan data per individu. Oleh karena itu, jika angkanya tidak sesuai dengan karakteristik yang kita miliki, bukan berarti angka tersebut salah. Misalnya, Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa proporsi penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan internasional (1,90 USD per hari) pada tahun 2016 adalah sebesar 6,8 % dari seluruh penduduk Indonesia. Mungkin saja untuk masyarakat meragukan angka 6,8 % ini dengan munculnya anggapan bahwa angka ini keliru. Hal ini karena masyarakat hidup dengan melihat langsung kenyataan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya bahwa masih banyak orang yang kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, untuk menjadi masyarakat yang kritis dan bijak dalam melihat angka statistik, kita memerlukan pemahaman bahwa statistik bukanlah angka yang menggambarkan karakteristik individu-individu tertentu tetapi ia adalah angka agregat yang menggambarkan karakteristik seluruh populasinya.

Selanjutnya langkah kedua adalah tanyakan pada diri anda : bagaimana cara lembaga statistik mengumpulkan datanya?. Untuk jenis pertanyaan ini, jawaban idealnya adalah pelajari metode penarikan sampel dalam ilmu statistik. Namun, tidak semua orang memiliki ketertarikan untuk mendalami ilmu statistik ini. Untuk itu, berikut contoh fiktif cara pemikiran sederhana yang dapat membantu masyarakat dalam memahami bagaimana cara lembaga statistik mengumpulkan datanya.

Terdapat sebuah survey yang diadakan di Amerika Serikat tentang  persentase orang muslim yang mendukung jihad. Survey tersebut diadakan secara online yang mana daftar pertanyaan dalam kuisioner survey ini dapat dilihat dan diisi secara bebas oleh siapapun dan jumlah respondennya dibatasi sebanyak 600 orang. Dari survey ini,  Statistik menunjukkan bahwa terdapat 41 persen muslim di Amerika Serikat mendukung jihad yang mana total penduduk muslim di Amerika serikat diperkirakan sebanyak tiga juta penduduk menurut informasi dari Pew Reseach Center. Hasil survey ini dilaporkan pada tahun 2015 di seluruh penjuru Amerika serikat dan alhasil membuat banyak penduduk Amerika Serikat yang takut akan hal itu. Mereka berpikiran bahwa 41 persen adalah angka yang cukup besar dalam mendukung peperangan.

Masyarakat terkadang belum bisa menjadi bijak dan kritis dalam menerima informasi tersebut. Semua akan menjadi lebih masuk akal jika mengetahui apa saja daftar pertanyaan yang ada dalam sebuah kuisioner survey karena jawaban dari daftar pertanyaan itu dapat menggambarkan makna dari statistik yang dihasilkan. Ketika para jurnalis menyelidiki kuisioner dari survey tersebut, mereka menemukan bahwa dari 41 persen responden yang mendukung jihad hanya 16  persen responden yang mendefinisikan jihad sebagai perang suci untuk melawan orang-orang yang tidak percaya akan Islam dan 84 persen responden lainnya mendefinisikan jihad sebagai Perjuangan pribadi Muslim yang damai untuk menjadi lebih religius. Selain itu, salah satu yang membuat statistik dari survey ini kurang dapat dipercaya adalah pengisian kuisioner survey yang dapat diakses dan diisi oleh siapapun secara online bukan tatap muka. Itu berarti bahwa bisa jadi tidak semua responden merupakan seorang muslim.

Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat saat ini sangat kritis dalam melihat angka. Memang terkadang cukup sulit bagi masyarakat awam untuk mempercayai angka-angka statistik. Tidak hanya sikap kritis saja yang diperlukan tetapi diperlukan juga pemahaman tentang konsep dan makna yang berbicara  dari belakang angka-angka statistik itu agar tidak ada kesalahpahaman angka statistik dalam masyarakat. Oleh karena itu, dua langkah ini diharapkan dapat membantu masyarakat memiliki pemahaman statistik yang baik.

Beri Komentar