Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Dicabut, Masyarakat Semakin Kalang Kabut
Saat ini, minyak goreng menjadi primadona bagi masyarakat
Indonesia terutama para ibu rumah tangga. Minyak goreng menjadi salah satu
kebutuhan pokok untuk mengolah berbagai bahan makanan. Seiring berjalannya
waktu, kebutuhan minyak goreng mengalami peningkatan yang signifikan, tetapi
tidak sebanding dengan hasil produksi sawit yang menurun. Hal ini menyebabkan
terjadinya kenaikan harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Walaupun Indonesia menjadi salah satu
produsen kelapa sawit terbesar di dunia, kenyataannya Indonesia masih kesulitan
menyediakan pasokan minyak goreng untuk masyarakatnya. Dapat terlihat pada
grafik di bawah ini, produksi minyak sawit terpantau mengalami penurunan di
Indonesia pada Januari 2022.
Sumber : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), 11 Maret 2022 |
Sejak akhir tahun
2021, harga CPO dunia terus meningkat. Sebelumnya pada pertengahan Desember
2021, harga CPO dunia berkisar 14 juta rupiah per ton dan terus meningkat
hingga 24 juta rupiah per ton pada awal Maret 2022. Angka ini diprediksi akan
terus meningkat seiring berjalannya waktu, seperti pada grafik di bawah ini.
Kenaikan harga CPO ini sebanding dengan kenaikan harga jual minyak goreng di
pasaran.
Sumber : Refinitiv, created with Datawrapper |
Awal tahun 2022,
berita naiknya harga minyak goreng curah, kemasan sederhana, hingga kemasan
premium mulai meresahkan masyarakat sebagai konsumen utama minyak goreng. Saat
itu, ketiga jenis minyak goreng menembus harga sekitar Rp22.000,00 per
liternya. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia mengambil solusi kebijakan untuk mengendalikan harga minyak goreng di
pasaran yang melambung tinggi. Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) dalam
peraturannya Nomor 6 Tahun 2022 menetapkan tiga harga eceran tertinggi (HET)
untuk minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium. Kebijakan
HET itu mulai berlaku sejak 1 Februari 2022. Kementerian Perdagangan menekankan
bahwa ada sanksi untuk pelaku bisnis yang kontra terhadap kebijakan HET.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menetapkan HET minyak goreng curah sebesar
Rp11.500,00 per liter, kemasan sederhana Rp13.500,00 per liter, dan kemasan
premium Rp14.000,00 per liter. Hal ini tentu menjadi kabar gembira bagi
masyarakat Indonesia karena harga tersebut cukup terjangkau dengan pendapatan
mereka.
Namun, sejak diberlakukan kebijakan HET, terjadi
kelangkaan minyak yang disebabkan oleh dua faktor, yakni penimbunan yang
dilakukan oleh produsen dan konsumen. Dalam kasus ini, penimbunan minyak goreng
tidak hanya dilakukan oleh produsen atau distributor minyak goreng, tetapi
konsumen pun melakukan penimbunan akibat efek panic buying yang memperparah kelangkaan minyak goreng. Ketua
Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan bahwa panic buying yang dilakukan oleh
konsumen adalah bentuk kesalahan atau kegagalan strategi pemasaran pemerintah
dalam membuat kebijakan publik yang tidak dapat membaca perilaku konsumen.
Bahkan tak jarang ditemui berbagai kerusuhan yang terjadi saat masyarakat
sedang mengantre minyak goreng di pusat perbelanjaan, hingga ada yang
menimbulkan korban jiwa.
Diberlakukannya kebijakan HET tidak selamanya membawa
dampak baik bagi bangsa Indonesia. Walaupun di satu sisi kebijakan ini
sangatlah menguntungkan masyarakat, tetapi di sisi lain pemerintah Indonesia
menyadari bahwa industri perekonomian ini harus terus berjalan. Oleh sebab itu,
Presiden Jokowi mencabut kembali kebijakan HET minyak goreng. Lantas demikian,
ketika kebijakan HET sudah tak lagi berlaku dan masyarakat merasakan dampaknya.
Dampak tersebut dapat dilihat dari meluapnya stok-stok minyak goreng di
pasaran, tetapi dengan harga yang melonjak tinggi, bahkan mencapai harga
Rp25.000,00 per liter untuk minyak goreng dengan kemasan premium, Rp20.000,00
per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp18.000,00 per liter
untuk minyak goreng curah. Masyarakat kaget mengetahui stok minyak goreng yang
tiba-tiba melimpah padahal sebelumnya masih langka. Hal ini menimbulkan asumsi
bahwa stok minyak goreng yang secara mengejutkan menjadi melimpah merupakan
tindakan yang sengaja dilakukan distributor di pasaran sebagai strategi bisnis
sehingga ketika kebijakan pemerintah dicabut, mereka dapat menjual minyak
goreng dengan harga selangit.
Tidak sampai di situ, melonjaknya harga minyak goreng juga
berimbas terhadap kenaikan harga makanan yang dijual di pasaran, seperti
dagangan warteg dan jajanan kaki lima. Keadaan ini tentunya akan menyulitkan
baik penjual maupun pembeli. Nah,
kenaikan tersebut diperkirakan akan terus meningkat mengingat sebentar lagi
akan memasuki bulan Ramadan dan lebaran Idul Fitri yang identik dengan kenaikan
harga bahan pokok lain setiap tahunnya.