Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Dicabut, Masyarakat Semakin Kalang Kabut

April 02, 2022 igsd

Saat ini, minyak goreng menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia terutama para ibu rumah tangga. Minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan pokok untuk mengolah berbagai bahan makanan. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan minyak goreng mengalami peningkatan yang signifikan, tetapi tidak sebanding dengan hasil produksi sawit yang menurun. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Walaupun Indonesia menjadi salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia, kenyataannya Indonesia masih kesulitan menyediakan pasokan minyak goreng untuk masyarakatnya. Dapat terlihat pada grafik di bawah ini, produksi minyak sawit terpantau mengalami penurunan di Indonesia pada Januari 2022.

Sumber : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), 11 Maret 2022

Sejak akhir tahun 2021, harga CPO dunia terus meningkat. Sebelumnya pada pertengahan Desember 2021, harga CPO dunia berkisar 14 juta rupiah per ton dan terus meningkat hingga 24 juta rupiah per ton pada awal Maret 2022. Angka ini diprediksi akan terus meningkat seiring berjalannya waktu, seperti pada grafik di bawah ini. Kenaikan harga CPO ini sebanding dengan kenaikan harga jual minyak goreng di pasaran.

Sumber : Refinitiv, created with Datawrapper

Awal tahun 2022, berita naiknya harga minyak goreng curah, kemasan sederhana, hingga kemasan premium mulai meresahkan masyarakat sebagai konsumen utama minyak goreng. Saat itu, ketiga jenis minyak goreng menembus harga sekitar Rp22.000,00 per liternya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengambil solusi kebijakan untuk mengendalikan harga minyak goreng di pasaran yang melambung tinggi. Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) dalam peraturannya Nomor 6 Tahun 2022 menetapkan tiga harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium. Kebijakan HET itu mulai berlaku sejak 1 Februari 2022. Kementerian Perdagangan menekankan bahwa ada sanksi untuk pelaku bisnis yang kontra terhadap kebijakan HET. Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp11.500,00 per liter, kemasan sederhana Rp13.500,00 per liter, dan kemasan premium Rp14.000,00 per liter. Hal ini tentu menjadi kabar gembira bagi masyarakat Indonesia karena harga tersebut cukup terjangkau dengan pendapatan mereka.

Namun, sejak diberlakukan kebijakan HET, terjadi kelangkaan minyak yang disebabkan oleh dua faktor, yakni penimbunan yang dilakukan oleh produsen dan konsumen. Dalam kasus ini, penimbunan minyak goreng tidak hanya dilakukan oleh produsen atau distributor minyak goreng, tetapi konsumen pun melakukan penimbunan akibat efek panic buying yang memperparah kelangkaan minyak goreng. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan bahwa panic buying yang dilakukan oleh konsumen adalah bentuk kesalahan atau kegagalan strategi pemasaran pemerintah dalam membuat kebijakan publik yang tidak dapat membaca perilaku konsumen. Bahkan tak jarang ditemui berbagai kerusuhan yang terjadi saat masyarakat sedang mengantre minyak goreng di pusat perbelanjaan, hingga ada yang menimbulkan korban jiwa.

Diberlakukannya kebijakan HET tidak selamanya membawa dampak baik bagi bangsa Indonesia. Walaupun di satu sisi kebijakan ini sangatlah menguntungkan masyarakat, tetapi di sisi lain pemerintah Indonesia menyadari bahwa industri perekonomian ini harus terus berjalan. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi mencabut kembali kebijakan HET minyak goreng. Lantas demikian, ketika kebijakan HET sudah tak lagi berlaku dan masyarakat merasakan dampaknya. Dampak tersebut dapat dilihat dari meluapnya stok-stok minyak goreng di pasaran, tetapi dengan harga yang melonjak tinggi, bahkan mencapai harga Rp25.000,00 per liter untuk minyak goreng dengan kemasan premium, Rp20.000,00 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp18.000,00 per liter untuk minyak goreng curah. Masyarakat kaget mengetahui stok minyak goreng yang tiba-tiba melimpah padahal sebelumnya masih langka. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa stok minyak goreng yang secara mengejutkan menjadi melimpah merupakan tindakan yang sengaja dilakukan distributor di pasaran sebagai strategi bisnis sehingga ketika kebijakan pemerintah dicabut, mereka dapat menjual minyak goreng dengan harga selangit. 

Tidak sampai di situ, melonjaknya harga minyak goreng juga berimbas terhadap kenaikan harga makanan yang dijual di pasaran, seperti dagangan warteg dan jajanan kaki lima. Keadaan ini tentunya akan menyulitkan baik penjual maupun pembeli. Nah, kenaikan tersebut diperkirakan akan terus meningkat mengingat sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadan dan lebaran Idul Fitri yang identik dengan kenaikan harga bahan pokok lain setiap tahunnya. 



Beri Komentar