Infografis Hari Gizi
Februari 28, 2015
inflasi
infografis
Peringatan hari gizi nasional yang jatuh pada tanggal 28 Februari dimana tema tahun ini adalah “Bersama Membangun Gizi Menuju Bangsa Sehat Berprestasi.”
Lalu apa hubungan bangsa sehat dan berprestasi dengan gizi ? Seperti contoh balita dengan gizi yang buruk akan mudah menderita penyakit infeksi yang ujungnya memperparah kurang gizi. Dan ini bisa meningkatkan angka kematian anak. Juga balita yang kurang gizi akan memengaruhi perkembangan otak (menurunkan IQ). Sehingga secara umum balita yang kurang gizi akan menciptakan sumber daya manusia yang kurang berkualitas.Untuk itu gizi sangat penting karena dapat menjadi bentuk preventif dalam kesehatan juga berperan penting dalam perkembangan otak .
Masalah gizi memiliki dampak yang luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tapi juga terhadap pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dengan produktivitas optimal.
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 persen (WHO, 2010).Menurut Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang berarti masalah gizi buruk-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.Prevalensi berat-kurang (underweight) menurut provinsi dan nasional.Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat.
Sasaran MDG tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi buruk-kurang hingga 15,5 persen maka untuk mencapai sasaran itu, prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Bappenas, 2012).Pada periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberlakukan program-program pro rakyat seperti program beras miskin (raskin) dengan harga murah,menggratiskan pelayanan kesehatan dan pemberian beasiswa untuk siswa miskin serta program keluarga harapan yang memberikan bantuan uang tunai untuk rakyat miskin dalam rangka mengatasi permasalahan gizi. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang diatas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Urutan ke 19 provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) Nusa Tenggara Timur; (2) Papua Barat; (3) Sulawesi Barat; (4) Maluku; (5) Kalimantan Selatan; (6) Kalimantan Barat; (7) Aceh; (8) Gorontalo; (9) Nusa Tenggara Barat; (10) Sulawesi Selatan; (11) Maluku Utara; (12) Sulawesi Tengah; (13) Sulawesi Tenggara; (14) Kalimantan Tengah; (15) Riau; (16) Sumatera Utara; (17) Papua, (18) Sumatera Barat dan (19) Jambi Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu: (1) Bali, (2) DKI Jakarta, (3) Bangka Belitung.
Masalah gizi memiliki dampak yang luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tapi juga terhadap pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dengan produktivitas optimal.
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 persen (WHO, 2010).Menurut Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang berarti masalah gizi buruk-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.Prevalensi berat-kurang (underweight) menurut provinsi dan nasional.Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat.
Sasaran MDG tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi buruk-kurang hingga 15,5 persen maka untuk mencapai sasaran itu, prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Bappenas, 2012).Pada periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberlakukan program-program pro rakyat seperti program beras miskin (raskin) dengan harga murah,menggratiskan pelayanan kesehatan dan pemberian beasiswa untuk siswa miskin serta program keluarga harapan yang memberikan bantuan uang tunai untuk rakyat miskin dalam rangka mengatasi permasalahan gizi. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang diatas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Urutan ke 19 provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) Nusa Tenggara Timur; (2) Papua Barat; (3) Sulawesi Barat; (4) Maluku; (5) Kalimantan Selatan; (6) Kalimantan Barat; (7) Aceh; (8) Gorontalo; (9) Nusa Tenggara Barat; (10) Sulawesi Selatan; (11) Maluku Utara; (12) Sulawesi Tengah; (13) Sulawesi Tenggara; (14) Kalimantan Tengah; (15) Riau; (16) Sumatera Utara; (17) Papua, (18) Sumatera Barat dan (19) Jambi Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu: (1) Bali, (2) DKI Jakarta, (3) Bangka Belitung.
Selain itu, secara keseluruhan prevalensi kurus dan sangat kurus masih cukup tinggi yaitu masing-masing 12,1 persen dan 5,3 persen.
Adapun masalah tubuh pendek atau stunting pada balita di Indonesia saat ini masih cukup serius sekitar 37,2 persen. Prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sekitar 10,2 persen. Untuk prevalensi bayi dengan panjang badan kurang dari 48 sentimeter atau bayi yang terlahir pendek sekitar 20,2 persen.Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Untuk prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 hingga 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas,dan prevalensi penduduk dewasa berat badan lebih 13,5 persen dan obesitas 15,4 persen.
Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa Indonesia masih jauh dari pencapaian target MDG 2015 ini, sebagian lebih provinsi di Indonesia masih banyak yang mengalami masalah gizi yang cukup kompleks.Harapannya adalah pemerintah dapat lebih memperhatikan masalah gizi di Indonesia dan melakukan upaya yang cukup signifikan untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.
Sumber :
1. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
2. http://www.koran-jakarta.com/?27632-ciptakan+bangsa+yang+berprestasi
Adapun masalah tubuh pendek atau stunting pada balita di Indonesia saat ini masih cukup serius sekitar 37,2 persen. Prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sekitar 10,2 persen. Untuk prevalensi bayi dengan panjang badan kurang dari 48 sentimeter atau bayi yang terlahir pendek sekitar 20,2 persen.Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Untuk prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 hingga 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas,dan prevalensi penduduk dewasa berat badan lebih 13,5 persen dan obesitas 15,4 persen.
Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa Indonesia masih jauh dari pencapaian target MDG 2015 ini, sebagian lebih provinsi di Indonesia masih banyak yang mengalami masalah gizi yang cukup kompleks.Harapannya adalah pemerintah dapat lebih memperhatikan masalah gizi di Indonesia dan melakukan upaya yang cukup signifikan untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.
Sumber :
1. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
2. http://www.koran-jakarta.com/?27632-ciptakan+bangsa+yang+berprestasi
BAGIKAN