Flu Spanyol vs Covid-19 di Eropa dan Amerika

Juni 05, 2020 igsd

Flu Spanyol 1918 di Amerika dan Eropa

Flu spanyol pertama kali muncul pada awal Maret 1918, dengan gejala yang khas seperti flu musiman, meskipun jenisnya lebih menular dan ganas. Bertepatan dengan terjadinya Perang Dunia I, virus menyebar cepat melalui instalasi Angkatan Darat milik Amerika Serikat yang menjadi rumah bagi 54.000 tentara. Pada akhir bulan, 1.100 tentara telah dirawat di rumah sakit dan 38 orang tewas setelah menderita pneumonia. Sepanjang bulan April dan Mei 1918, virus menyebar ke seluruh Inggris, Prancis, Spanyol, dan Italia. Namun, gelombang pertama virus ini tampak tidak terlalu mematikan, dengan gejala demam tinggi dan malaise yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Menurut data kesehatan masyarakat yang terbatas saat itu, tingkat kematian mirip dengan flu musmiman. Virus ini diberi nama “flu spanyol” karena hanya jurnalis Spanyol yang melaporkan wabah flu yang meluas pada musim semi tahun 1918 ini.

Dari September hingga November 1918, angka kematian akibat flu spanyol meroket. Di Amerika Serikat, 195.000 orang meninggal karena flu spanyol hanya dalam bulan Oktober. Penelitian Harris, Newsholme menyatakan bahwa penyebaran flu spanyol yang cepat disebabkan para pejabat yang tidak mau memaksakan karantina selama masa perang, kurangnya tenaga medis, dan ilmu kedokteran yang belum dilengkapi dengan alat penelitian yang memadai, sehingga terjadilah gelombang kedua flu spanyol yang lebih banyak memakan korban, kemudian disusul gelombang ketiga yang meletus pertama di Australia pada Januari 1919 lalu kembali menyebar ke Eropa dan Amerika Serikat. Namun karena perang berakhir pada November 1918, kurva kematian akibat virus ini dapat melandai.

Jumlah Kasus Covid-19 di Eropa dan Amerika
Seabad setelah flu spanyol berakhir, muncul pandemi global baru yang disebut wabah Covid-19. Sejak akhir tahun 2019, virus corona yang pertama kali muncul di Wuhan, China telah menyebar cepat ke seluruh dunia, termasuk ke benua besar seperti Eropa dan Amerika. Pada tanggal 1 Juni 2020, total kasus Covid-19 di Eropa mencapai 2.029.188 kasus dengan total kematian sebanyak 173.903 kasus. Sedangkan di Amerika Serikat, per 31 Mei 2020 tercatat total kasus Covid-19 sebanyak 1,83 juta, dan telah menelan korban tewas sebanyak 106 ribu jiwa.

Inggris sebagai negara di Eropa yang memiliki jumlah kasus covid-19 tertinggi telah berhasil melewati puncak kurva total kasus baru Covid-19, begitupun dengan Amerika Serikat. Namun, WHO tetap memperingatkan bahwa Eropa harus siap menghadapi gelombang kedua virus corona di musim dingin. Dr. Hans Kluge, Direktur WHO untuk wilayah Eropa, mengatakan dia sangat khawatir lonjakan infeksi akan bertepatan dengan penyakit musiman lainnya seperti flu. Demikian halnya di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) telah memperingatkan adanya ancaman gelombang kedua Covid-19 di Amerika Serikat yang diprediksi lebih mengerikan sebab bertepatan dengan musim dingin yang kerap diiringi dengan munculnya penyakit flu.

Beri Komentar