Siapkah Indonesia Menghadapi Konsep Pembelajaran Baru?
Juli 30, 2020
igsd
Sejak
awal kemunculannya hingga saat ini, Corona
Virus Disease (COVID-19) masih memberikan keresahan dan kekhawatiran untuk
masyarakat global. Indonesia melaporkan kasus COVID-19 pertama kali pada bulan
Maret 2020 sehingga sampai saat ini sudah terhitung empat bulan pemerintah dan
rakyat Indonesia dihantui oleh virus korona.Tak dapat dipungkiri beberapa
sector penting di Indonesia mengalami mati suri, salah satunya adalah dunia
pendidikan. Kebijakan PSBB yang diterapkan oleh pemerintah menjadikan seluruh
kegiatan yang melibatkan banyak orang harus dihentikan tak terkecuali dengan
kegiatan belajar-mengajar di sekolah ataupun kegiatan perkuliahan di lingkungan
kampus. Dengan demikian, konsep belajar tatap muka yang sejak dulu telah
diterapkan mulai bergeser dengan konsep pembelajaran jarak jauh atau lebih
akrab dikenal sebagai PJJ. Pembelajaran jarak jauh adalah konsep
belajar-mengajar yang memungkin guru dan siswa bertemu tanpa berada di waktu
dan tempat yang sama dengan memanfaatkan jaringan internet. Pertanyaannya, siapkah
Indonesia dalam menghadapi pergeseran pola belajar?
Setelah
tiga bulan menerapkan PSBB, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yaitu New Normal atau tatanan kehidupan baru.
Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi beberapa sector untuk mengoperasikan
kembali kegiatan-kegiatan yang tertunda. Namun, kebijakan ini hanya berlaku
untuk sektor ekonomi dan pariwisata, sehingga Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengeluarkan pernyataan agar PJJ diperpanjang. Pernyataan
ini mengundang reaksi pro dan kontra dari publik. Sebagian besar masyarakat
mengaatakan bahwa PJJ berdampak buruk bagi keefektifan dan kualitas pendidikan
di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, pertama PJJ
merupakan konsep pemindahan kegiatan belajar-mengajar dari luring menjadi
daring. Namun kendalanya koneksi Internet di Indonesia tidak dapat dikatakan
baik. Menurut data Ookla Desember 2019, kecepatan Internet di Indonesia
menduduki peringkat 42 dari 46 negara dengan kapasitas 15,5 Mbps dan untuk
kecepatan internet seluler meduduki peringkat 43 dari 45 negara dengan
kapasitas 10,5 Mbps. Padahal Indonesia merupakan pengguna internet keempat
tertinggi di dunia. Belum lagi koneksi internet dan listrik di Indonesia belum
merata hingga ke pelosok negeri.
Kedua,
banyak diantara tenaga pendidik dan siswa yang masih gugup dan gagap dalam
menggunakan komputer dan internet. Selain sarana dan prasarana yang terbatas
dalam penerapan PJJ, sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia juga belum
merata kualitasnya sehingga berdampak pada penyampaian materi dan kualitas
pemahaman siswa. Oleh karena itu, perlu ada penanganan lebih lanjut mengenai
hal tersebut. Hal ini menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat bahwa
PJJ tidak ramah anak dan inklusif.
Ketiga
adalah proses pembelajaran jarak jauh memberatkan keluarga dengan ekonomi
rendah. Selama masa pandemi, Indonesia mengalami masalah yang serius dalam hal
perekonomian. Menurut Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di
Indonesia Maret 2020 meningkat sebesar 9, 78 persen. Hal ini adalah akibat dari
PSBB sehingga banyak pekerja di PHK dan beberapa UMKM harus ditutup dan
berdampak pada perekonomian rakyat. Terakhir adalah PJJ mengharuskan guru untuk
mengurangi materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan
Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Menurut Wakil Sekretaris
Jendral Federasi Serikat Guru (FSGI), Satriwan Salim, materi yang disampaikan
melalu PJJ terbatas dan minimnya akses terhadap teknologi memberikan pengaruh
buruk pada perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.
Oleh
karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyusun kurikulum
darurat untuk mewadahi dan mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh mengingat kondisi Indonesia yang masih darurat
COVID-19. Salah satunya adalah dengan
metode Hyrid. Metode ini
menggabungkan antara pembelajaran luring dan pembelajaran daring dengan
menerapkan protokol kesehatan.
Pada
dasarnya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia masih perlu dibenahi apalagi
dalam keadaan pandemi seperti sekarang ini. Jadi, perlu adanya dukungan dan
sinergi dari seluruh pihak untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia yang
saat ini menduduki peringkat 4 dari bawah agar tidak semakin tertinggal dari
negara-negara lain.
BAGIKAN