Kegagalan New Normal di Korea Selatan, Akankah Indonesia Bisa?

Juli 02, 2020 igsd


Korea Selatan menjadi contoh bagaimana new normal benar-benar harus dilakukan hati-hati dan mungkin sangat berisiko. Meski dinilai sebagai negara dengan kedisiplinan tinggi, kenaikan penderita Covid-19 pasca pelonggaran pembatasan sosial membuat masalah baru. Ada dua kluster baru yang muncul di ibu kota negara Seoul. Korea Selatan mencatat 39 kasus baru, termasuk 27 transmisi lokal yang membuat jumlah kasus 30 Mei 2020 menjadi 11.441. Korea Selatan waktu itu benar-benar waspada. Apalagi, kluster muncul di kota terpadat penduduknya, di mana lebih dari 50 juta populasi ada di sana.
Kluster pertama bermula dari Itaewon. Kemunculan kluster Itaewon dimulai saat seorang pria yang dinyatakan positif Covid-19 ketahuan mengunjungi sebuah klub di Itaewon. Ini salah satu distrik kehidupan malam yang populer di Seoul, Korea Selatan. Menurut AFP, pasien merupakan pria berusia 29 tahun asal Yongin, Gyeonggi. Menurut informasi, ia mengunjungi tiga klub malam di Itaewon selama liburan panjang di negara itu, termasuk datang ke restoran, supermarket, klinik, toko dan farmasi. Klub-klub Itaewon yang ia kunjungi memiliki beberapa ratus pengunjung sehingga ini membuat pemerintah waspada.
Kluster kedua adalah perusahaan e-commerce Coupang di Bucheon, Seoul Selatan. Pengawas kesehatan Korsel mengatakan, kasus kemungkinan terkait dengan kluster Itaewon. Coupang adalah perusahaan online yang didukung Softbank Jepang. Saat pembatasan sosial terjadi, lonjakan pesanan e-commerce terjadi di perusahaan ini. Banyak warga berbelanja dari rumah dan karyawan masuk seperti biasa. Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan, Kim Gang-lip, mengatakan, "Diduga bahwa peraturan dasar (pencegahan Covid-19) tidak ditegakkan di gudang. Jika aturan karantina tidak diterapkan di tempat kerja, itu dapat menyebabkan hasil yang mengerikan dari infeksi massal."
Tidak hanya sekolah, tamam umum dan museum di seluruh Seoul dan kota-kota sekitarnya sekarang telah ditutup. Pusat bisnis didesak untuk memberlakukan jam kerja yang lebih fleksibel, dan warga Korea Selatan sekali lagi diminta untuk tidak berkerumun. Korsel sempat mengalami salah satu wabah virus terburuk awal tahun ini. Namun negara itu berhasil mengendalikannya berkat program rapid test, menelusuri jejak pasien dan pengobatan yang luas.
Sementara itu di Indonesia, jumlah kasus baru Covid-19 terus menanjak hingga melampaui 1.000 per hari. Masyarakat tak disiplin menerapkan new normal. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Dr Hermawan Saputra menilai pemerintah belum bisa melaksanakan new normal atau kehidupan baru di tengah pandemi Covid-19. Menurut Hermawan, new normal belum bisa diberlakukan jika berkaca kasus Covid-19 yang bertambah di atas seribu dalam sepekan terakhir. Hermawan melihat penambahan kasus Covid-19 sepekan tersebut merupakan dampak dari kebijakan new normal diterapkan pemerintah. Hingga 1 Juli 2020, ada penambahan 1.385 kasus, sehingga jumlah kasus Covid-19 mencapai 57.770.
Hermawan memprediksi pada pertengahan bulan Juli akan ada kenaikan kasus yang sangat signifikan, hal ini imbas dari dibukanya mal dan beberapa pusat keramaian lainnya pada 15 Juni lalu. Beliau mengatakan, "ketika angka semakin tinggi, di lapangan itu terjadi eksponensial kasus. Hari ini totalnya sudah 57 ribu kasus, namun bisa saja real case-nya hampir 100 ribu kasus.”
Meningkatnya angka Covid-19 memang seiring dengan peningkatan tes yang dilakukan pemerintah. Ini merupakan hal yang baik sekaligus buruk bagi Hermawan. Hal baiknya kata Hermawan, saat ini sudah ada 262 PCR lab yang beroperasi di Indonesia, sedangkan hal buruknya, ia melihat bahwa wilayah-wilayah di Indonesia semakin berisiko Covid-19.

Beri Komentar