Menyikapi Isu Perubahan Iklim: Mulai Saat Ini atau Kita akan Terlambat!

April 23, 2022 igsd

 

Belakangan ini, tengah viral sebuah video yang memperlihatkan aksi protes ilmuwan NASA mengenai perubahan iklim besar-besaran yang telah terjadi beberapa dekade terakhir. Dalam video tersebut, seorang ilmuwan yang diketahui Bernama Peter Kalmus menyampaikan kekhawatirannya akibat krisis iklim dengan suara parau. Bahkan, Peter berpendapat bahwa jika keadaan ini dibiarkan maka bumi ini dapat tidak layak huni di tahun 2025 mendatang.

Hmm, sebenarnya apa yang terjadi sih? Ada apa dengan bumi kita?

Namun, kalau di rasa-rasa belakangan ini bumi terasa lebih panas ga sih? Atau hanya perasaan penulis aja nih?

Dikutip dari website Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdapat anomali (ketidaknormalan) suhu udara rata-rata bulan Maret 2022. Berdasarkan data dari 88 stasiun pengamatan BMKG, suhu normal bulan Maret tahun 1991-2020 di Indonesia sebesar 26,8°C (dalam range normal 21,2°C – 28,7°C), sedangkan suhu udara rata-rata bulan Maret 2022 adalah sebesar 27,1°C. Dari nilai-nilai tersebut, anomali suhu udara rata-rata pada bulan Maret 2022 menunjukkan anomali positif dengan nilai sebesar 0,3°C. Anomali suhu udara pada bulan Maret 2022 ini merupakan nilai anomali tertinggi ke-9 sepanjang periode data pengamatan sejak 1981. Ohh, pantass..

Kenaikan suhu bumi ini, dapat menjadi salah satu dampak dari perubahan iklim. Dikutip dari website resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perubahan iklim merupakan perubahan signifikan terhadap iklim, suhu udara, dan curah hujan mulai dari dasawarsa sampai jutaan tahun. Perubahan iklim ini dapat terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Peningkatan gas karbon dioksida dapat dilihat dengan memperhatikan peningkatan emisi karbon. Emisi karbon sendiri merupakan gas yang dihasilkan oleh pembakaran senyawa yang mengandung karbon seperti CO2, solar, dan bahan bakar lainnya. Sederhananya, emisi karbon merupakan pelepasan karbon ke atmosfer yang dapat disebabkan oleh aktivitas pembakaran senyawa-senyawa yang mengandung karbon.

Dikutip dari katadata.co.id, didapatkan emisi karbon dunia akibat pembakaran energi dan aktivitas industri dari tahun 2001 hingga 2021 menunjukkan grafik sebagai berikut.

sumber : katadata.co.id

Dari grafik tersebut, tergambar jelas bagaimana emisi gas CO2 meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, emisi gas tersebut sempat mengalami penurunan di tahun 2020 karena pembatasan kegiatan masyarakat secara masif akibat pandemi COVID-19. Namun, di tahun 2021, kembali terjadi kenaikan emisi gas CO2 sekitar 6% dari tahun sebelumnya. Angka ini digadang-gadang menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah, yaitu 36,3 miliar ton emisi dihasilkan dari ketergantungan akan batu bara dan gas alam untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Jika tidak ditanggapi dengan serius, emisi gas karbon dioksida dapat mengganggu stabilitas dan kenyamanan hidup manusia karena menyebabkan suhu udara meningkat dan pemanasan global dapat terjadi untuk jangka waktu yang lama.

Lalu untuk mencegah hal itu terjadi, apa yang harus kita lakukan?

Menanam pohon atau tumbuhan di rumah, menghemat penggunaan listrik dan air, serta mengurangi penggunaan kendaraan bermotor sudah cukup membantu penurunan emisi gas karbon dioksida. Dukungan dan penguatan terhadap investasi pengembangan dan pengaplikasian EBT (Energi Baru Terbarukan) juga penting untuk menekan laju emisi dan mengejar target nol emisi pada 2050. Partisipasi aktif masyarakat dalam menyikapi perubahan iklim yang tercantum dalam agenda SDGs ke-13 tentang Climate action perlu dijadikan prioritas sebagai bentuk kepedulian terhadap bumi yang kita tempati.

Jadi, mari bersama-sama menjaga bumi kita agar tetap lestari!


Beri Komentar